DETIKTIMUR.COM, BANGKA TENGAH, 21 Juni 2025 – Perusakan kawasan hutan lindung di Dusun Nadi, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah, terus berlangsung secara terang-terangan meski telah dilakukan penertiban oleh tim gabungan KPHP Sungai Simbulan. Ironisnya, tambang timah ilegal di kawasan ini tetap beroperasi dengan dukungan alat berat, seolah hukum tak lagi punya wibawa.
Setidaknya tiga unit alat berat—dua excavator dan satu buldozer—masih beroperasi di area hutan lindung, melanggar ketentuan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan serta UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa ada pembiaran sistematis atau bahkan keterlibatan pihak-pihak yang seharusnya menjaga hukum dan ketertiban.
TNI Tercoreng: Kopral Akui Kepemilikan Tambang
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Situasi makin memanas setelah seorang oknum anggota TNI, Kopral Viktor Sinaga, secara terbuka mengklaim bahwa tambang tersebut adalah miliknya.
> “Tidak ada kaitannya dengan Igus, itu tambang kami sendiri,” ujar Viktor, dalam pernyataan yang sempat viral.
Penyataan ini bertolak belakang dengan komitmen TNI menjaga kelestarian lingkungan sebagaimana tertuang dalam MoU antara Panglima TNI dan Kementerian LHK. Keterlibatan oknum seperti Viktor menjadi tamparan keras bagi institusi militer yang tengah berupaya menjaga citra netral dan bersih dari praktik ilegal,
Spanduk Larangan Hanya Formalitas, Tambang Tetap Jalan
Penertiban yang dilakukan pada 17 Juni 2025 oleh KPHP Sungai Simbulan hanya menyisakan spanduk larangan sebagai simbol kosong. Tidak ada pengawasan lanjutan, tidak ada penindakan tegas, dan tidak ada pengamanan area. Alhasil, tambang ilegal kembali hidup dan kian menggila.
Kerusakan lingkungan terus meluas, keanekaragaman hayati terancam punah, dan sumber air bersih warga terancam tercemar. Lubuk Besar tidak hanya kehilangan hutannya—tapi juga masa depan ekologisnya.
Jaringan Tambang Ilegal dan Peran “Kopral Naga”
Selain Viktor Sinaga, nama Kopral Naga juga mencuat dalam jaringan tambang ilegal. Ia disebut sebagai aktor lapangan untuk tambang milik kolektor timah ilegal bernama Igus, serta diduga mengelola tambang rajuk di Kolong Koboy, Pangkalpinang—zona yang telah ditetapkan sebagai area nol tambang (zero tambang).
Jika benar, maka keterlibatan dua oknum TNI dalam praktik tambang ilegal bukan hanya pelanggaran disiplin, tetapi pengkhianatan terhadap institusi dan rakyat.
Tindakan Nyata Bukan Sekadar Retorika
Kondisi ini menuntut langkah cepat dan konkret dari Gakkum DLHK Provinsi Bangka Belitung, KPHP Sungai Simbulan, dan Corps Polisi Militer (CPM). Tidak cukup hanya memasang larangan, tetapi perlu ada:
– Penegakan hukum tanpa pandang bulu
– Pemeriksaan dan proses hukum terhadap oknum aparat
– Penyitaan alat berat
– Restorasi lingkungan secara bertahap
Tanpa tindakan tegas, nota kesepahaman antara TNI dan KLHK hanya akan menjadi dokumen mati.
Masyarakat Resah, Alam Merintih
Warga sekitar Dusun Nadi kini dihadapkan pada ketakutan kehilangan tanah, air, dan kedamaian hidup. Konflik horizontal perlahan muncul, dan ketergantungan terhadap tambang ilegal menggerogoti struktur sosial masyarakat. Jika tak segera ditindak, kerusakan ini akan menjadi warisan kelam bagi generasi mendatang.
Penutup: Uji Nyali dan Integritas Penegak Hukum
Kasus tambang ilegal ini menjadi batu ujian bagi integritas pemerintah, militer, dan penegak hukum. Apakah hukum bisa ditegakkan, ataukah akan dikubur di bawah timbunan pasir timah?
Rakyat menunggu: Tegakkan hukum, bersihkan aparat, dan selamatkan hutan!
(*)