DETIKTIMUR.COM, MAKASSAR, SULSEL – Dugaan praktik pelayanan diskriminatif dan arogansi oknum petugas kembali mencoreng citra pelayanan kesehatan di Makassar. Kali ini, tokoh masyarakat Sulawesi Selatan, Busrah, S.H., M.H., menjadi korban perlakuan tidak profesional di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, menghambat haknya untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan rutin pasca operasi. Insiden ini terjadi pada Kamis (7/5/2025) pagi, ketika Busrah yang datang lebih awal harus menghadapi kenyataan pahit akibat tindakan sewenang-wenang petugas rumah sakit.
Kendala bermula saat Busrah, yang kondisi fisiknya belum sepenuhnya pulih pasca operasi, membutuhkan kursi roda untuk memudahkan mobilitasnya di lingkungan rumah sakit. Namun, permintaan fasilitas yang seharusnya menjadi hak setiap pasien yang membutuhkan itu ditolak mentah-mentah oleh seorang petugas RS Wahidin. Alasan penolakan sungguh ironis dan subjektif: petugas tersebut menilai Busrah mampu berjalan.
Padahal, fakta di lapangan justru sebaliknya, Busrah jelas-jelas kesulitan bergerak mandiri, bahkan untuk berdiri pun memerlukan bantuan.
“Sebenarnya kursi roda saya ada di rumah, tapi saya tidak bawa karena saya pikir di rumah sakit tersedia,” ungkap Busrah dengan nada kecewa, menyuarakan kekecewaannya atas ketiadaan fasilitas penunjang yang seharusnya tersedia dan mudah diakses oleh pasien yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketika awak media mencoba mengonfirmasi kejadian tersebut melalui sambungan telepon dan mempertanyakan alasan pelarangan penggunaan kursi roda, Humas RS Wahidin, Ibu Aulia, memberikan jawaban yang kontradiktif dengan fakta yang disaksikan langsung oleh jurnalis. Menurut Ibu Aulia, petugas telah melakukan “skrining visual” dan menilai pasien mampu berjalan. Pernyataan ini jelas bertentangan dengan pengamatan awak media yang melihat langsung kesulitan Busrah dalam bergerak, bahkan harus dipapah untuk berdiri.
Ironisnya, perlakuan tidak menyenangkan yang dialami Busrah tidak berhenti pada penolakan kursi roda. Ia juga mengaku mendapatkan kata-kata kasar dari oknum petugas di area lobi rumah sakit, semakin memperburuk pengalamannya dalam mencari layanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak setiap warga negara.
Akibat langsung dari tindakan tidak bertanggung jawab oknum petugas tersebut, Busrah terpaksa gagal menjalani satu rujukan penting yang telah dijadwalkan. Ketiadaan akses terhadap kursi roda secara signifikan memperburuk kondisi fisiknya yang sedang dalam masa pemulihan.
Merasa diperlakukan tidak adil dan direndahkan, Busrah mengambil langkah berani dengan menghubungi awak media. Tindakan ini didasari oleh harapan besar agar kejadian serupa tidak terulang kembali menimpa pasien lain yang mencari pertolongan di RS Wahidin.
Busrah berharap insiden ini mendapatkan perhatian serius dan respons tegas dari manajemen RS Wahidin. Ia menekankan urgensi peningkatan kualitas pelayanan dan penegakan prinsip dasar bahwa rumah sakit adalah fasilitas publik yang wajib melayani setiap pasien tanpa diskriminasi sedikit pun.
Pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan dan kenyamanan pasien, menurutnya, harus menjadi landasan utama dalam setiap interaksi di lingkungan rumah sakit. Kasus ini menjadi preseden buruk dalam dunia pelayanan kesehatan dan menuntut adanya evaluasi menyeluruh serta tindakan korektif yang tegas dari pihak-pihak terkait demi tegaknya hak-hak pasien. Awak media berharap agar seluruh instansi pemerintah dan para pemangku kebijakan dapat memberikan teguran keras dan mendorong perbaikan pelayanan, khususnya di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo.
Tim Media